Teori Psikoanalisis Carl Gustav Jung
Carl Gustav Jung adalah seorangsebut oleh Jung, terdiri dari sejumlah sistem yang berbeda namun saling berinteraksi. Sistem – sistem yang terpenting adalah ego, ketidaksadaran pribadi beserta kompleks-kompleksnya, persona, dan anima dan animus.
·
Sistem ego
Adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi
– persepsi, ingatan – ingatan, pikiran – pikiran dan perasaan – perasaan sadar.
Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang, dan dari segi
pandangan sang pribadi, ego dipandang berada pada kesadaran.
·
Sistem ketidaksadaran pribadi,
Ketidaksadaran pribadi terdiri dari
pengalaman – pengalaman yang pernah sadar tetapi kemudian direpresikan,
disupresikan, dilupakan atau diabaikan serta pengalaman – pengalaman yang
terlalu lemah untuk menciptakan kesan sadar pada sang pribadi. Isi dari
ketidaksadaran pribadi, seperti isi bahan prasadar pada konsep Freud, dapat
menjadi sadar dan berlangsung banyak hubungan 2 arah antara ketidaksadaran
pribadi dan ego.
·
Kompleks – kompleks
Kompleks – kompleks adalah kelompok yg
terorganisasi atau konstelasi perasaan – perasaan, pikiran – pikiran, persepsi
dan ingatan – ingatan yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi. Kompleks
memiliki inti yang bertindak seperti magnet menarik atau “mengkonstelasikan”
berbagai pengalaman ke arahnya (Jung, 1934).
Sebagai contoh kompleks ibu (Jung,1954a).
Intinya sebagian lain berasal dari pengalaman – pengalaman ras dengan ibunya.
Ide – ide,perasaan = perasaan, dan ingatan – ingatan yang berhubungan dengan
ibu ditarik ke inti tersebut dan membentuk suatu kompleks. Makin kuat tenaga
yang keluar dari inti makin benyak pengalaman yang ditarik ke arahnya. Jadi
seseorang yang kepribadiannya didominasi oleh ibunya dikatakan mempunyai
kompleks ibu yang kuat.
·
Pesona
Pesona dibutuhkan untuk survival membantu
diri mengontrol perasaan,pikiran dan tingkah laku. Tujuannya adalah menciptakan
kesan tertentu pada orang lain dan sering juga menyembunyikan hakekat pribadi
yang sebenarnya.
·
Anima dan Animus
Pada dasarnya biseks. Begitu pula dalam
kepribadian,ada arseptip feminim dalam kepribadian pria yg disebut anima. Dan arseptip maskulin dalam kepribadian
wanita disebut animus.
Sikap jiwa menurut Jung adalah arah enerji
psikis (libido) yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya.
Sikap jiwa dibedakan menjadi :
1. Sikap Ekstrovert
·
Libido mengalir keluar
·
Minatnya terhadap situasi sosial akut
·
Suka bersgaul, ramah dan cepat menyesuaikan
diri
·
Dapat menjalin hubungan baik dengan orang
lain meskipun ketika ada masalah
2. Sikap Introvert
·
Libido mengalir ke dalam, terpusat pada
faktor- faktor subjektif
·
Cenderung menarik diri dari lingkungan
·
Lemah dalam penyesuaian sosial, tertutup
·
Lebih menyukai kegiatan dalam rumah
Fungsi jiwa menurut Jung adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teoritis tetap meskipun lingkungannya berbeda-beda. Fungsi jiwa dibedakan menjadi dua :
1.F ungsi jiwa Rasional, yaitu fungsi jiwa
yang bekerja dengan penilaian dan terdiri dari :
·
Pikiran : menilai benar atau salah
·
Perasaan : menilai menyenangkan atau tidak
menyenangkan
2. Fungsi jiwa yang irasional, yaitu bekerja
tanpa penilaian dan terdiri dari :
·
Penginderaan : sadar inderawi
·
Intuisi : tak sadar naluriah
Sumber :
Calvin S. Hall, G. L. (2007). Psikologi
Kepribadian 1 TEORI-TEORI PSIKODINAMIK (KLINIS). Yogyakarta: Kanisius.
Clinebell, Howard John. 2002. Tipe-tipe
dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral: sumber-sumber untuk pelayanan penyembuhan
dan pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 498
KELEBIHAN
& KEKURANGAN BUKU
Keunggulan:
1.
Bahasa dalam buku ini menggunakan bahasa
yang mudah dipahami.
2.
Dapat mengembangkan dan memperkuat
kecerdasaan dan keterampilan emosi seseorang.
3.
Menerangkan secara detail proses-proses yang
terjadi di dalam tubuh kita termasuk organ-organ yang berkenaan dengan kondisi
emosi tertentu.
4.
Menjelaskan bagaimana mengenali diri sendiri
dalam berbagai situasi.
5.
Memberikan informasi tentang keberadaan
beberapa tahun yang merupakan “umur penentu” di dalam masa pertumbuhan anak
yang dapat menentukan masa depan kecerdasan emosionalnya.
6.
Memberitahukan aplikasi kecerdasan
emosional.
7.
Memberikan informasi tentang managemen hati
dan kepemimpinan.
8.
Menjelaskan keadaan antara emosi dan
kesehatan.
Kelemahan:
1.
Desain cover buku ini kurang menarik dan
terlalu formal.
2.
Ukuran buku ini agak panjang dan tebal
sehingga berat jika dibawa oleh pembaca.
·
Tak sadar kolektif (collective
unconscious)
Konsep
ketidak sadaran kolektif atau tramspersonal merupakan salah satu di
antara segi-segi teori kepribadian jung yang paling original dan
kontroversial.ia merupakan sistem psikhe yang paling kuat dan paling
berpengaruh,dan pada kasus-kasus patologi ia mengungguli ego serta
ketidaksadaran pribadi
Ketidaksadaran kolektif adalah gudang bekas-bekas ingatan laten
yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseorang,masa lampau yang meliputi
tidak hanya sejarah ras manusia sebagai suatu spesies tersendiri tetapi juga
leluhur pramanusiawi atau nenek moyang binatangnya. Ketidaksadaran kolektif
adalah sisa psikik perkembangan evolusi manusia, sisa yang menumpuk sebagai
akibat dari pengalaman-pengalaman yang berulang selama banyak generasi. Semua
manusia kurang lebih memiliki ketidaksadaran kolektif yang sama. Jung
menghubungkan sifat universal ketidaksadaran kolektif itu dengan kesamaan
stuktur otak pada semua ras manusia dan kesamaan ini sendiri disebabkan oleh
evolusi umum.
Ketidaksadaran kolektif mengandung isi-isi yang diperoleh selama
pertumbuhan jiwa seluruhnya, yaitu pertumbuhan jiwa seluruh jenis manusia,
melalui generasi yang terdahulu. Ini merupakan endapan cara-cara reaksi
kemanusiaan yang khas semenjak zaman dahulu di dalam manusia menghadapi
situasi-situasi ketakutan, bahaya, perjuangan, kelahiran, kematian, dan
sebagainya. Daerah yang paling atas langsung di bawah ketidaksadaran pribadi
berisikan emosi-emosi dan efek-efek serta dorongan-dorongan primitf; apabila
isi-isi ini manifest orang masih dapat mengomtrolnya. Daerah di bawahnya lagi
berisikan “invasi”. Yaitu erupsi dari bagian terdalam daripada ketidaksadaran
serta hal-hal yang sama sekali tak dapat dibuat sadar, manifestasi dari hal-hal
ini dialami oleh individu sebagai sesuatu yang asing. Jung sendiri merumuskan
ketidaksadaran kolektif itu sebagai suatu warisan kejiwaan yang besar daripada
perkembangan kemanusiaan, yang terlahir kembali dalam struktur tiap-tiap
individu, dan membandingkannya dengan apa yang disebut oleh Levy Bruhl
tanggapan mistik kolektif (representations collectives) orang-orang
primitive.
Ketidaksadarn adalah tidak disadari, lalu bagaimana orang
(kesadaran) dapat mengenalnya atau mengetahuinya. Pengetahuan mengenai
ketidaksadaran itu di peroleh secara tidak langsung, yaitu melalui manifestasi
daripada isi-isi ketidaksadaran itu. Manifestasi katidaksadarn itu dapat
berbentuk symptom dan kompleks, mimpi, archetypus.[5]
·
· Arkhetipe-Arkhetipe
Arkhetipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang
mengandung unsur emosi yang besar. Bentuk pikiran ini menciptakan
gambaran-gambaran atau visi-visi yang dalam kehidupan sadar normal berkaitan
dengan aspek tertentu dari situasi.
·
· Persona
Persona adalah topeng yang dipakai sang pribadi sebagai respon
terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat, serta terhadap
kebutuhan-kebutuhan arkhetipal sendiri(Jung,1945). Tujuan topeng adalah untuk
menciptakan kesan tertentu pada orang-orang lain dan sering kali, meski tidak
selalu, ia menyembunyikan hakikat sang pribadi yang sebenarnya.
·
· Anima dan animus
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk biseksual. Pada tingakat
fisiologis, laki-laki mengeluarkan hormon seks laki-laki maupun perempuan,
demikian juga wanita.Pada tingkat psikologis,sifat-sifat maskulin dan feminin
terdapat pada kedua jenis. Jung mengaitkan sisi feminine kepribadian pria dan
sisi maskulin kepribadian wanita dengan arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe fenimin
pada pria disebut anima, arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus
(Jung,1945,1945b).
·
· Bayang-bayang
Bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia.
Sebagai arkhetipe ,bayang-bayang melahirkan dalam diri kita konsepsi tentang
dosa asal; apabila bayang-bayang diproyeksikan keluar maka ia menjadi iblis
atau musuh.
·
· Diri (Self).
Arkhetipe yang mencerminkan perjuangan manusia kearah kesatuan
(Wilhelm dan Jung 1931). Diri adalah titk pusat kepribadian, disekitar mana
semua sistem lain terkonstelasikan. Ia mempersatukan sistem-sistem ini dan
memberikan kepribadian dengan kesatuan, keseimbangan dan kestabilan pada
kepribadian.
Ø Sikap
Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian,yakni
sikap ekstraversi dan sikap introversi. Sikap ektraversi mengarah sang pribadi
ke dunia luar, dunia objetif; sikap introversi mengarahkan orang ke dunia
dalam,dunia subjektif (1921). Kedua sikap yang berlawanan ini ada dalam
kepribadian tetapi biasanya salah satu diantaranya dominan dan sadar. Apabila
ego lebih bersifat ekstavert dalam relasinya dengan dunia, maka ketidaksadaran
pribadinya akan bersifat introvert.[6]
Ø Fungsi
Ada empat fungsi psikologis fundamental:
a. Pikiran.Berpikir melibatkan ide-ide dan intelek. Dengan berpikir manusia
berusaha memahami hakikat manusia dan dirinya sendiri.
b. Perasaan. Perasaan adalah fungsi evaluasi; Ia adalah nilai benda-benda,entah
bersifat positif maupun negatif,bagi subjek. Fungsi perasaan memberikan kepada
manusia pengalaman-pengalaman subjektifnya tentang kenikmatan dan rasa sakit,
amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan dan cinta.
c. Pendriaan. Pendirian adalah fungsi perceptual atau fungsi kenyataan.Ia
menghasilkan fakta-fakta konkret atau bentuk-bentuk representasi dunia.
d. Intuisi. Intuisi adalah persepsi melalui proses-proses tak sadar dan isi di
bawah ambang kesadaran. Orang yang intuitif melampaui fakta-fakta,
perasaan-perasaan dan ide-ide dalam mencari hakikat kenyataan.
Pikiran dan perasaan disebut fungsi rasio karena mereka memakai
akal,penilaian,abstraksi dan generalisasi. Mereka memungkinkan manusia
menemukan hukum-hukum dalam alam semesta. Pendirian dan intuisi dipandang
sebagai fungsi irrasional karena mereka didasarkan pada persepsi tentang
hal-hal yang konkret, khusus dan aksidental.
Biasanya salah satu diantara keempat fungsi itu berkembang jauh
melampaui ketiga lainnya,dan memainkan peranan yang lebih menonjol dalam
kesadaran.Ini disebut fungsi superior. Salah satu dari ketiga fungsi lainnya
biasanya bertindak sebagai pelengkap terhadap fungsi superior. Apabila fungsi
kerja superior terhambat maka secara otomatis fungsi pelengkap menggantikan
fungsi superior. Fungsi yang paling kurang berkembang dari keempat fungsi itu
disebut fungsi inferior.Fungsi itu direpresikan dan menjadi tidak sadar. Fungsi
inferior mengungkapkan diri dalam mimpi-mimpi dan fantasi-fantasi. Fungsi
inferior itu juga memilki fungsi pelengkap.[7]
C. Tipologi Jung
Dengan mendasarkan pada dua komponen pokok daripada kesadaran itu,
sampailah Jung pada empat kali dua atau delapan tipe, empat tipe ekstravers dan
empat lagi introvers. Dalam membuat penyandraan mengenai tipe-tipe tersebut
selalu di kupasnya juga kehidupan alam tak sadar, yang baginya merupakan
realita yang sama pentingnya dengan kehidupan alam sadar. Kehidupan alam tak
sadar itu berlawanan dengan kehidupan alam sadar, jadi orang yang kesadarannya
ber-tipe pemikir, maka ketidaksadarannya adalah perasa, orang yang kesadarannya
ekstravers ketidaksadarannya bersifat introvers, begitu selanjutnya.
Dengan pembicara ini, teranglah kiranya tipologi Jung itu, yang
dapat diikhtisarkan sebagai label berikut :
Sikap Jiwa
|
Fungsi Jiwa
|
Tipe Kepribadian
|
Ketidaksadarannya
|
Ekstravers
|
Pikiran
Perasa
Pendriaan
Intuisi
|
Pikiran-ekstravers
Perasa-ekstravers
Pendriaan-kstravers
Intuisi-ekstravers
|
Perasa
introvers
Pemikir
introvers
Intuitif
introvers
Pendria
introvers
|
Introvers
|
Pikiran
Perasa
Pendriaan
Intuisi
|
Pikiran-introvers
Perasa-introvers
Pendriaan-introvers
Intuisi-introvers
|
Perasa
ekstravers
Pemikir
ekstravers
Intuitif
ekstravers
Pendria
ekstravers
|
Tentu saja perlu diingat bahwa tipe-tipe yang murni seperti
digambarkan diatas itu jarang sekali terdapat dalam kenyataan. Variasi
tipe-tipe tersebut dalam kenyataannya lebih banyak daripada yang digambarkan
itu; disamping tipe-tipe pokok tersebut dapat kita ketemukan tipe-tipe
campuran.[8]
D. Interaksi di Antara Sistem-Sistem Kepribadian
Berbagai sistem dan sikap serta fungsi yang hendak membangun
seluruh kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara yang berbeda.
·
Salah satu sistem bisa mengkompensasikan kelemahan sistem lain,
Kompensasi bisa dijelaskan dengan interaksi antara sikap dan
ektraversi dan introversi yang berlawanan. Apabila ektraversi merupakan sikap
ego sadar yang dominan atau superior maka ketidaksadaran akan melakukan
kompensasi dengan mengembangkan sikap intoversi yang direpresikan. Kompensasi
juga terjadi antarfungsi. Seseorang yang menekankan pikiran dan persaan dalam
kesadarannya akan menjadi intuitif, dan bertipe pendirian secara tak sadar.
Demikian juga, ego dan anima pada seorang pria serta animus pada seorang wanita
melahirkan hubungan kompensatorik satu sama lain. Ego pria normal adalah
maskulin sedangkan anima adalah feminine dan ego wanita yang normal adalah
feminin sedangkan animus maskulin.Pada umumnya, semua isi kesadaran
dikompensasikan oleh isi-isi ketidaksadaran. Prinsip kompensasi memberikan
semacam ekuilibrium atau keseimbangan antara unsur-unsur yang saling
bertentangan sehingga mencegah psikhe menjadi tidak seimbang secara neurotis.
·
Salah satu sistem bisa menentang sistem lain,
Pertentangan terdapat dimana-mana dalam kepribadian; antara ego
dan bayang-bayang,antara ego dan ketidaksadaran pribadi,antara persona dan
anima atau animus, antara persona dan ketidaksadaran pribadi,antara kolektif
dan ego,serta antara ketidaksadaran kolektif dan persona. Introversi
bertentangan dan ekstraversi, pikiran bertentangan dengan perasaan,dan
pendirian bertentangan dengan intuisi. Ego adalah seperti bola bulu tangkis
yang dipukul bolak-balik antara tuntutan-tuntutan luar dari masyarakat dan
tuntutan-tuntutan batin dari ketidaksadaran kolektif. Sebagai akibat dari pertarungan
ini berkembanglah persona atau topeng. Persona kemudian diserang oleh
arkhetipe-arkhetipe lain dalam ketidaksadaran kolektif.
·
Dua sistem atau lebih bisa bersatu membentuk sintesis.
Kesatuan dari yang berlawanan tercapai lewat apa yang oleh Jung
disebut fungsi transenden. Bekerjanya fungsi ini menghasilkan sintesis antara
sistem-sistem yang bertentangan dan membentuk kepribadian yang seimbang dan
terintegrasi. Pusat dari kepribadian yang terintegrasi ini adalah diri (self).
E. Dinamika Kepribadian
1. Energi Psikis
Energi yang menjalankan fungsi kepribadian disebut energi
psikis(Jung,1948b). Energi psikis merupakan menifestasi energi kehidupan, yakni
energi organisme sebagai sistem biologis. Energi psikis lahir seperti semua
energi vital lain,yakni dari proses-proses metabolik tubuh. Energi psikis
terungkap sacara konkret dalam bentuk daya-daya actual atau potensial.
Keinginan, kemauan, perasaan, perhatian, dan perjuangan adalah contoh-contoh
daya aktual dalam kepribadian; disposisi, bakat, kecenderungan, kehendak hati,
dan sikap adalah contoh-contoh daya potensial.
·
Nilai-Nilai Psikis.
Jumlah energi psikis yang tertanam dalam salah satu unsur
kepribadian disebut nilai dari unsur itu. Ide atau perasaan tersebut memainkan
peranan pentingdalam mencetuskan dan mengarahkan tingkah laku.
·
Daya Konstelasi Suatu Kompleks.
Nilai-nilai tak sadar harus ditentukan dengan menilai “daya
konstelasi unsur inti suatu kompleks“ yang terdiri dari jumlah
kelompok-kelompok item yang dihubungkan oleh unsur inti kompleks. Jung
membicarakan tiga metode yang dapat dipakai untuk menaksir daya konstelasi
unsur inti :
1) Observasi langsung plus
deduksi-deduksi analitik. Melalui observasi dan inferensi kita dapat
mengestimasikan jumlah asosiasi yang terikat pada suatu unsur inti.
2) Indikator-indikator
kompleks. Indikator kompleks adalah suatu gangguan tingkah laku yang
menunjukkan adanya kompleks.
3) Intensitas ungkapan emosi.
Intensitas reaksi emosi seseorang terhadap suatu situasi merupakan ukuran lain
tentang kekuatan suatu kompleks.
2. Prinsip Ekuivalensi
Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan untuk
menghasilkan suatu kondisi tertentu, maka jumlah yang dikeluarkan itu akan
muncul di satu tempat lain dlam sistem. Prinsip ini menyatakan bahwa jika suatu
nilai tetentu melemah atau menghilang, maka jumlah energi yang diwakili oleh nilai
itu tidak akan hilang dari psikhe tetapi akan muncul kembali dalam suatu nilai
baru. Surutnya suatu nilai sudah pasti berarti munculnya suatu nilai lain.
Misalnya ego, maka energi itu akan muncul pada suatu sistem lain, mungkin
persona. Atau jika makin banyak nilai direpresikan ke dalam sisi bayang-bayang
kepribadian, maka nilai itu akan tumbuh kuat dengan mengorbankan
struktur-struktur lain dalam kepribadian.
·
Prinsip Entropi
Prinsip entropi menyatakan bahwa distribusi energi dalam psikhe
mencari ekuilibrium atau keseimbangan. Jung menyatakan bahwa realisasi diri
adalah tujuan dari perkembangan psikis maksudnya antara lain adalah bahwa
dinamika kepribadian bergerak ke arah suatu keseimbangan daya-daya yang
sempurna.
·
Penggunaan Energy
Seluruh energi psikis yang tersedia untuk kepribadian digunakan
untuk dua tujuan umum. Sebagian diantaranya dipakai untuk melakukan pekerjaan
yang perlu untuk memelihara kehidupan dan untuk pembiakan spesies.
F. Perkembangan Kepribadian
1. Kausalitas versus Teleologi
Ide tentang tujuan yang membimbing dan mengarahkan nasib manusia
pada haikikatnya merupakan penjelasan teleologis dan penjelasan finalistis.
Pandang kausalitas menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa sekarang ini adalah
akibat atau hasil pengaruh dari keadaan atau sebab sebelumnya. Masa sekarang
tidak hanya ditentukan oleh masa lampau (kausalitas) tetapi juga ditentukan
oleh masa depan (teleologi).
2. Sinkronisitas
Gejala-gejala sinkronistik bisa dijelaskan berdasarkan hakikat
arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe dikatakan bersifat psychoid yakni bersifat
psikologis dan fisik sekaligus. Akibatnya, arkhetipe dapat membawa ke dalam
kesadaran suatu gambaran jiwa tentang peristiwa fisik meskipun tidak ada
persespi langsung terhadap peristiwa fisik tersebut. Arkhetipe tidak
menyebabkan dua peristiwa, tetapi ia memiliki suatu kualitas yang memungkinkan
sinkronisitas itu terjadi. Prinsip sinkronisitas kiranya akan memperbaiki
pandangan bahwa pikiran menyebabkan materialisasi atau terjadinya hal-hal yang
dipikirkan.
3. Hereditas
Hereditas berkenaan dengan insting-insting biologis yang
menjalankan fungsi pemeliharaan diri dan reproduksi. Insting merupakan dorongan
batiniah untuk bertindak dengan cara tertentu, bila timbul suatu keadaan
jaringan tertentu. Pandangan Jung tentang insting-insting tidak berbeda dengan
pandangan yang dikemukakaan oleh biologi modern ( Jung. 1929, 1948c ).
Disamping warisan insting-insting biologis terdapat juga “pengalaman
pengalaman“ leluhur. Pengalaman-pengalaman ini, diwariskan dalam bentuk
arkhetipe-arkhetipe.
4. Tahap-tahap perkembangan
Dalam tahun-tahun yang paling awal, libido di salurkan dalam
kegiatan-kegiatan yang diperlukan supaya tetap hidup. Sebelum usia lima tahun,
nilai-nilai seksual mulai tampak dan mencapai puncaknya selama masa adolesen.
Dalam masa muda seseorang dan awal tahun-tahun dewasa, insting-insting
kehidupan dasar dan proses-proses vital meningkat.
Ketika individu mencapai usia 30-an atau awal 40-an terjadi
perubahan nilai yang radikal. Orang yang berusia setengah baya menjadi lebih
introvet dan kurang implusif. Kebijaksanaan dan kecerdasan menggantikan gairah
fisik dan kejiwaan. Orang menjadi lebih spiritual. Peralihan ini merupakan
peristiwa yang sangat menentukan dalam kehidupan seseorang. Ia merupakan saat
yang paling berbahaya, karena kalau terjadi ketidakberesan selama perpindahan
energi ini, kepribadian bisa menjadi lumpuh selamanya.
5. Progresi dan Regresi
Perkembangan dapat mengikuti gerak maju, progesif, atau gerak
mundur, regresif. Progresi oleh Jung dimaksudkan bahwa ego sadar menyesuaikan
diri sendiri secara memuaskan baik terhadap tuntutan-tuntutan lingkungan luar
maupun terhadap kebutuhan-kebutuhan ketidaksadaran. Dalam progesi yang normal,
daya-daya yang berlawanan dipersatukan dalam suatu arus proses psikis yang
terkoordinasi dan harmonis.
6. Proses individuasi
Perkembangan adalah mekarnya kebulatan asli yang tidak
berdiferensiasi yang dimiliki manusia pada saat dilahirkan. Tujuan terakhir
pemekaran ini adalah realisasi diri. Untuk memiliki kepribadian yang sehat dan
terintegrasi, setiap sistem harus dibiarkan mencapai tingkat diferensiasi,
perkembangan, dan pengungkapan yang paling penuh. Proses untuk mencapai ini
disebut proses individuasi ( Jung, 1939, 1950 ).
7. Fungsi transenden
Apabila keanekaragaman telah dicapai lewat proses indiiduasi, maka
sistem-sistem yang berdiferensiasi itu kemudian diintegrasikan oleh fungsi
transenden ( Jung, 1916b ).
8. Sublimasi dan represi
Sublimasi bersifat progesif, represi bersifat regresif. Sublimasi
menyebabkab psikhe bergerak maju, sedangakan represi menyebabkan psikhe
bergerak mundur. Sublimasi menghasilkan rasionalitas, sedangkan represi
menghasilkan irasionalitas. Sublimasi bersifat integratif sedangkan represi
bersifat disintegratif.
9. Perlambangan
Lambang dalam psikologi Jungian mempunyai dua fungsi utama.
Lambang merupakan usaha untuk memuaskan impuls instingtif yang terhambat, di
lain pihak lambang merupakan perwujudan bahan arkhetipe. Lambang-lambang adalah
bentuk representasi psikhe. Lambang-lambang tidak hanya mengungkapkan khazanah
kebijaksanan umat manusia yang diperoleh secara rasial dan individual, tetapi
lambang-lambang itu juga menggambarkan tingkat-tingkat perkembangan yang jauh
mendahului perkembangan manusia sekarang.
G. Kritik Terhadap Pendekatan Jung
Jung telah diserang oleh para psikoanalisis beraliran Freudian,
mulai dengan Freud sendiri. Ernest Jones (1959) berpendapat bahwa sesudah Jung
melakukan “penelitian-penelitian besarnya tentang asosiasi dan dementina
praecox, maka ia jatuh ke dalam filsafat semu, dari mana ia tidak pernah keluar
lagi” (hlm. 165) Glover (1950, psikoanalisis dari Inggris, melontarkan serangan
yang mungkin paling menyeluruh terhadap psikologi analitik. Ia menertawakan
konsep arkhetipe-arkhetipe sebagai bersifat metafisik dan tidak dapat
dibuktikan. Ia yakinbahwa arkhetipe-arkhetipe dapat di terangkan semata-mata
berdasarkan pengalaman, dan bahwa mempostulasikan pewarisan ras adalah absurd.
Glover berkata bahwa Jung tidak memiliki konsep-konsep perkembangan yang
menerangkan pertumbuhan jiwa. Akan tetapi, kritik terpenting dari Glover dan
merupakan salah satu kritik yang di tegaskannya berkali-kali ialah bahwa
psikologi Jung mundur kembali kepada psikologi kesadaran yang ketinggalan
zaman. Ia menuduh Jung mematahkan konsep Freud tentang ketidaksadaran dan
menggantikannya dengan menciptakan ego sadar. Glover tidak berpura-pura netral
ataau tidak memihak dalam evaluasinya terhadap pskologi Jung. (untuk
perbandingan lain antara pandangan Freud dan Jung, lihat Gray, 1949; juga Dry
1961). Selesnick (1963) menyatakan bahwa Jung selama bersatu dengan Freud,
telah mempengaruhi pemikiran Freud dalam beberapa hal yang penting.[9]
Teori Jung banyak menyentuh dunia religious, baik memakai
pandangan agama untuk memahami kehidupan jiwa manusia, atau sebaliknya memakai
pendekatan fenomenologik daripsikologi untuk memahami agama. Teori Jung masih
bersifat konsep-konsep yang membutuhkan banyak hipotesa dan uji eksperiman.
Fikiran-fikiran dan konsep-konsep Jung yang orisinil dan berani dalam
mengungkap isi-isi jiwa manusia, setara dengan karya Freud.
Jung di kritik dalam pemakaian metoda riset komparatif, pengabaian
kontrol dalam eksperimen, dan konsepnya mengenai taksadar kolektif, bersifat
spekulatif. Teorinya dikembangkan dari pengalaman-pengelaman pribadi, seperti
halusinasi, depresi – keinginan bunuh diri, dan agresi, sukar di buktikan
secara ilmiah. Ketertarikan/keterlibatannya dengan okultisme, agama dan
mintologi, membuat semakin jauh dari analisis ilmiah.[10]
sumbe:www.google.com
[1] Syamsu Yusuf LN, Achmad Juntika
Nurihsan, Teori
Kepribadian:Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia(Bandung:
PT Remaja Rosdakarya Offset), hal.71-73
[3] Syamsu
Yusuf LN, Achmad Juntika Nurihsan, Teori
Kepribadian:Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Offset), hal. 74-75
[8] Agus
Sujanto, Halem Lubis, Taufik Hadi, Psikologi
Kepribadian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), hal. 69-71
[9] S.
Hall., Calvin dan Gardner Lindzey, Supratiknya A. (Ed.). 1995. Psikologi
Kepribadian 1: Teori-teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta:
Kanisius, hal. 223-224
Tidak ada komentar:
Posting Komentar