Kamis, 14 April 2016

Teori Psikoanalisis Carl Gustav Jung



Teori Psikoanalisis Carl Gustav Jung


Carl Gustav Jung adalah seorangsebut oleh Jung, terdiri dari sejumlah sistem yang berbeda namun saling berinteraksi. Sistem – sistem yang terpenting adalah ego, ketidaksadaran pribadi beserta kompleks-kompleksnya, persona, dan anima dan animus.
·                        Sistem ego
Adalah jiwa sadar yang terdiri dari persepsi – persepsi, ingatan – ingatan, pikiran – pikiran dan perasaan – perasaan sadar. Ego melahirkan perasaan identitas dan kontinuitas seseorang, dan dari segi pandangan sang pribadi, ego dipandang berada pada kesadaran.
·                        Sistem ketidaksadaran pribadi,
Ketidaksadaran pribadi terdiri dari pengalaman – pengalaman yang pernah sadar tetapi kemudian direpresikan, disupresikan, dilupakan atau diabaikan serta pengalaman – pengalaman yang terlalu lemah untuk menciptakan kesan sadar pada sang pribadi. Isi dari ketidaksadaran pribadi, seperti isi bahan prasadar pada konsep Freud, dapat menjadi sadar dan berlangsung banyak hubungan 2 arah antara ketidaksadaran pribadi dan ego.
·                        Kompleks – kompleks
Kompleks – kompleks adalah kelompok yg terorganisasi atau konstelasi perasaan – perasaan, pikiran – pikiran, persepsi dan ingatan – ingatan yang terdapat dalam ketidaksadaran pribadi. Kompleks memiliki inti yang bertindak seperti magnet menarik atau “mengkonstelasikan” berbagai pengalaman ke arahnya (Jung, 1934).
Sebagai contoh kompleks ibu (Jung,1954a). Intinya sebagian lain berasal dari pengalaman – pengalaman ras dengan ibunya. Ide – ide,perasaan = perasaan, dan ingatan – ingatan yang berhubungan dengan ibu ditarik ke inti tersebut dan membentuk suatu kompleks. Makin kuat tenaga yang keluar dari inti makin benyak pengalaman yang ditarik ke arahnya. Jadi seseorang yang kepribadiannya didominasi oleh ibunya dikatakan mempunyai kompleks ibu yang kuat.
·                        Pesona
Pesona dibutuhkan untuk survival membantu diri mengontrol perasaan,pikiran dan tingkah laku. Tujuannya adalah menciptakan kesan tertentu pada orang lain dan sering juga menyembunyikan hakekat pribadi yang sebenarnya.
·                        Anima dan Animus
Pada dasarnya biseks. Begitu pula dalam kepribadian,ada arseptip feminim dalam kepribadian pria yg disebut anima. Dan arseptip maskulin dalam kepribadian wanita disebut animus.
Sikap jiwa menurut Jung adalah arah enerji psikis (libido) yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Sikap jiwa dibedakan menjadi :
1. Sikap Ekstrovert
·                        Libido mengalir keluar
·                        Minatnya terhadap situasi sosial akut
·                        Suka bersgaul, ramah dan cepat menyesuaikan diri
·                        Dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain meskipun ketika ada masalah
2. Sikap Introvert
·                        Libido mengalir ke dalam, terpusat pada faktor- faktor subjektif
·                        Cenderung menarik diri dari lingkungan
·                        Lemah dalam penyesuaian sosial, tertutup
·                        Lebih menyukai kegiatan dalam rumah

Fungsi jiwa menurut Jung adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teoritis tetap meskipun lingkungannya berbeda-beda. Fungsi jiwa dibedakan menjadi dua :
1.F ungsi jiwa Rasional, yaitu fungsi jiwa yang bekerja dengan penilaian dan terdiri dari :
·                        Pikiran : menilai benar atau salah
·                        Perasaan : menilai menyenangkan atau tidak menyenangkan
2. Fungsi jiwa yang irasional, yaitu bekerja tanpa penilaian dan terdiri dari :
·                        Penginderaan : sadar inderawi
·                        Intuisi : tak sadar naluriah


Menurut Jung pada dasarnya setiap individu memiliki keempat fungsi jiwa tersebut, tetapi biasanya hanya salah satu fungsi saja yang berkembang atau dominan. Fungsi jiwa yang berkembang paling meonjol tersebut merupakan fungsi superior dan menentukan tipe individu yang bersangkutan.
Sumber :
Calvin S. Hall, G. L. (2007). Psikologi Kepribadian 1 TEORI-TEORI PSIKODINAMIK (KLINIS). Yogyakarta: Kanisius.
Clinebell, Howard John. 2002. Tipe-tipe dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral: sumber-sumber untuk pelayanan penyembuhan dan pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius. Hal: 498
KELEBIHAN & KEKURANGAN  BUKU
Keunggulan:
1.                 Bahasa dalam buku ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
2.                 Dapat mengembangkan dan memperkuat kecerdasaan dan keterampilan emosi seseorang.
3.                 Menerangkan secara detail proses-proses yang terjadi di dalam tubuh kita termasuk organ-organ yang berkenaan dengan kondisi emosi tertentu.
4.                 Menjelaskan bagaimana mengenali diri sendiri dalam berbagai situasi.
5.                 Memberikan informasi tentang keberadaan beberapa tahun yang merupakan “umur penentu” di dalam masa pertumbuhan anak yang dapat menentukan masa depan kecerdasan emosionalnya.
6.                 Memberitahukan aplikasi kecerdasan emosional.
7.                 Memberikan informasi tentang managemen hati dan kepemimpinan.
8.                 Menjelaskan keadaan antara emosi dan kesehatan.
Kelemahan:
1.                 Desain cover buku ini kurang menarik dan terlalu formal.
2.                 Ukuran buku ini agak panjang dan tebal sehingga berat jika dibawa oleh pembaca.



·                                   Tak sadar kolektif (collective unconscious)
Konsep ketidak sadaran kolektif atau tramspersonal merupakan salah satu  di antara segi-segi teori kepribadian jung yang paling original dan kontroversial.ia merupakan sistem psikhe yang paling kuat dan paling berpengaruh,dan pada kasus-kasus patologi ia mengungguli ego serta ketidaksadaran pribadi
Ketidaksadaran kolektif adalah gudang bekas-bekas ingatan laten yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseorang,masa lampau yang meliputi tidak hanya sejarah ras manusia sebagai suatu spesies tersendiri tetapi juga leluhur pramanusiawi atau nenek moyang binatangnya. Ketidaksadaran kolektif adalah sisa psikik perkembangan evolusi manusia, sisa yang menumpuk sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman yang berulang selama banyak generasi. Semua manusia kurang lebih memiliki ketidaksadaran kolektif yang sama. Jung menghubungkan sifat universal ketidaksadaran kolektif itu dengan kesamaan stuktur otak pada semua ras manusia dan kesamaan ini sendiri disebabkan oleh evolusi umum.
Ketidaksadaran kolektif mengandung isi-isi yang diperoleh selama pertumbuhan jiwa seluruhnya, yaitu pertumbuhan jiwa seluruh jenis manusia, melalui generasi yang terdahulu. Ini merupakan endapan cara-cara reaksi kemanusiaan yang khas semenjak zaman dahulu di dalam manusia menghadapi situasi-situasi ketakutan, bahaya, perjuangan, kelahiran, kematian, dan sebagainya. Daerah yang paling atas langsung di bawah ketidaksadaran pribadi berisikan emosi-emosi dan efek-efek serta dorongan-dorongan primitf; apabila isi-isi ini manifest orang masih dapat mengomtrolnya. Daerah di bawahnya lagi berisikan “invasi”. Yaitu erupsi dari bagian terdalam daripada ketidaksadaran serta hal-hal yang sama sekali tak dapat dibuat sadar, manifestasi dari hal-hal ini dialami oleh individu sebagai sesuatu yang asing. Jung sendiri merumuskan ketidaksadaran kolektif itu sebagai suatu warisan kejiwaan yang besar daripada perkembangan kemanusiaan, yang terlahir kembali dalam struktur tiap-tiap individu, dan membandingkannya dengan apa yang disebut oleh Levy Bruhl tanggapan mistik kolektif (representations collectives) orang-orang primitive.
Ketidaksadarn adalah tidak disadari, lalu bagaimana orang (kesadaran) dapat mengenalnya atau mengetahuinya. Pengetahuan mengenai ketidaksadaran itu di peroleh secara tidak langsung, yaitu melalui manifestasi daripada isi-isi ketidaksadaran itu. Manifestasi katidaksadarn itu dapat berbentuk symptom dan kompleks, mimpi, archetypus.[5]
·                                 ·    Arkhetipe-Arkhetipe
Arkhetipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsur emosi yang besar. Bentuk pikiran ini menciptakan gambaran-gambaran atau visi-visi yang dalam kehidupan sadar normal berkaitan dengan aspek tertentu dari situasi.
·                                 ·    Persona
Persona adalah topeng yang dipakai sang pribadi sebagai respon terhadap tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat, serta terhadap kebutuhan-kebutuhan arkhetipal sendiri(Jung,1945). Tujuan topeng adalah untuk menciptakan kesan tertentu pada orang-orang lain dan sering kali, meski tidak selalu, ia menyembunyikan hakikat sang pribadi yang sebenarnya.
·                                 ·    Anima dan animus
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk biseksual. Pada tingakat fisiologis, laki-laki mengeluarkan hormon seks laki-laki maupun perempuan, demikian juga wanita.Pada tingkat psikologis,sifat-sifat maskulin dan feminin terdapat pada kedua jenis. Jung mengaitkan sisi feminine kepribadian pria dan sisi maskulin kepribadian wanita dengan arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe fenimin pada pria disebut anima, arkhetipe maskulin pada wanita disebut animus (Jung,1945,1945b).
·                                 · Bayang-bayang
Bayang-bayang mencerminkan sisi binatang pada kodrat manusia. Sebagai arkhetipe ,bayang-bayang melahirkan dalam diri kita konsepsi tentang dosa asal; apabila bayang-bayang diproyeksikan keluar maka ia menjadi iblis atau musuh.
·                                 ·   Diri (Self).
Arkhetipe yang mencerminkan perjuangan manusia kearah kesatuan (Wilhelm dan Jung 1931). Diri adalah titk pusat kepribadian, disekitar mana semua sistem lain terkonstelasikan. Ia mempersatukan sistem-sistem ini dan memberikan kepribadian dengan kesatuan, keseimbangan dan kestabilan pada kepribadian.
Ø   Sikap
Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian,yakni sikap ekstraversi dan sikap introversi. Sikap ektraversi mengarah sang pribadi ke dunia luar, dunia objetif; sikap introversi mengarahkan orang ke dunia dalam,dunia subjektif (1921). Kedua sikap yang berlawanan ini ada dalam kepribadian tetapi biasanya salah satu diantaranya dominan dan sadar. Apabila ego lebih bersifat ekstavert dalam relasinya dengan dunia, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat introvert.[6]
Ø   Fungsi
Ada empat fungsi psikologis fundamental:
a. Pikiran.Berpikir melibatkan ide-ide dan intelek. Dengan berpikir manusia berusaha memahami hakikat manusia dan dirinya sendiri.
b. Perasaan. Perasaan adalah fungsi evaluasi; Ia adalah nilai benda-benda,entah bersifat positif maupun negatif,bagi subjek. Fungsi perasaan memberikan kepada manusia pengalaman-pengalaman subjektifnya tentang kenikmatan dan rasa sakit, amarah, ketakutan, kesedihan, kegembiraan dan cinta.
c. Pendriaan. Pendirian adalah fungsi perceptual atau fungsi kenyataan.Ia menghasilkan fakta-fakta konkret atau bentuk-bentuk representasi dunia.
d. Intuisi. Intuisi adalah persepsi melalui proses-proses tak sadar dan isi di bawah ambang kesadaran. Orang yang intuitif melampaui fakta-fakta, perasaan-perasaan dan ide-ide dalam mencari hakikat kenyataan.
Pikiran dan perasaan disebut fungsi rasio karena mereka memakai akal,penilaian,abstraksi dan generalisasi. Mereka memungkinkan manusia menemukan hukum-hukum dalam alam semesta. Pendirian dan intuisi dipandang sebagai fungsi irrasional karena mereka didasarkan pada persepsi tentang hal-hal yang konkret, khusus dan aksidental.
Biasanya salah satu diantara keempat fungsi itu berkembang jauh melampaui ketiga lainnya,dan memainkan peranan yang lebih menonjol dalam kesadaran.Ini disebut fungsi superior. Salah satu dari ketiga fungsi lainnya biasanya bertindak sebagai pelengkap terhadap fungsi superior. Apabila fungsi kerja superior terhambat maka secara otomatis fungsi pelengkap menggantikan fungsi superior. Fungsi yang paling kurang berkembang dari keempat fungsi itu disebut fungsi inferior.Fungsi itu direpresikan dan menjadi tidak sadar. Fungsi inferior mengungkapkan diri dalam mimpi-mimpi dan fantasi-fantasi. Fungsi inferior itu juga memilki fungsi pelengkap.[7]
         C.           Tipologi Jung

Dengan mendasarkan pada dua komponen pokok daripada kesadaran itu, sampailah Jung pada empat kali dua atau delapan tipe, empat tipe ekstravers dan empat lagi introvers. Dalam membuat penyandraan mengenai tipe-tipe tersebut selalu di kupasnya juga kehidupan alam tak sadar, yang baginya merupakan realita yang sama pentingnya dengan kehidupan alam sadar. Kehidupan alam tak sadar itu berlawanan dengan kehidupan alam sadar, jadi orang yang kesadarannya ber-tipe pemikir, maka ketidaksadarannya adalah perasa, orang yang kesadarannya ekstravers ketidaksadarannya bersifat introvers, begitu selanjutnya.

Dengan pembicara ini, teranglah kiranya tipologi Jung itu, yang dapat diikhtisarkan sebagai label berikut :

Sikap Jiwa
Fungsi Jiwa
Tipe Kepribadian
Ketidaksadarannya
Ekstravers
Pikiran
Perasa
Pendriaan
Intuisi


Pikiran-ekstravers
Perasa-ekstravers
Pendriaan-kstravers
Intuisi-ekstravers


Perasa introvers
Pemikir introvers
Intuitif introvers
Pendria introvers

Introvers
Pikiran
Perasa
Pendriaan
Intuisi

Pikiran-introvers
Perasa-introvers
Pendriaan-introvers
Intuisi-introvers


Perasa ekstravers
Pemikir ekstravers
Intuitif ekstravers
Pendria ekstravers

Tentu saja perlu diingat bahwa tipe-tipe yang murni seperti digambarkan diatas itu jarang sekali terdapat dalam kenyataan. Variasi tipe-tipe tersebut dalam kenyataannya lebih banyak daripada yang digambarkan itu; disamping tipe-tipe pokok tersebut dapat kita ketemukan tipe-tipe campuran.[8]
        D.           Interaksi di Antara Sistem-Sistem Kepribadian
Berbagai sistem dan sikap serta fungsi yang hendak membangun seluruh kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara yang berbeda.
·                                    Salah satu sistem bisa mengkompensasikan kelemahan sistem lain,
Kompensasi bisa dijelaskan dengan interaksi antara sikap dan ektraversi dan introversi yang berlawanan. Apabila ektraversi merupakan sikap ego sadar yang dominan atau superior maka ketidaksadaran akan melakukan kompensasi dengan mengembangkan sikap intoversi yang direpresikan. Kompensasi juga terjadi antarfungsi. Seseorang yang menekankan pikiran dan persaan dalam kesadarannya akan menjadi intuitif, dan bertipe pendirian secara tak sadar. Demikian juga, ego dan anima pada seorang pria serta animus pada seorang wanita melahirkan hubungan kompensatorik satu sama lain. Ego pria normal adalah maskulin sedangkan anima adalah feminine dan ego wanita yang normal adalah feminin sedangkan animus maskulin.Pada umumnya, semua isi kesadaran dikompensasikan oleh isi-isi ketidaksadaran. Prinsip kompensasi memberikan semacam ekuilibrium atau keseimbangan antara unsur-unsur yang saling bertentangan sehingga mencegah psikhe menjadi tidak seimbang secara neurotis.
·                                 Salah satu sistem bisa menentang sistem lain,
Pertentangan terdapat dimana-mana dalam kepribadian; antara ego dan bayang-bayang,antara ego dan ketidaksadaran pribadi,antara persona dan anima atau animus, antara persona dan ketidaksadaran pribadi,antara kolektif dan ego,serta antara ketidaksadaran kolektif dan persona. Introversi bertentangan dan ekstraversi, pikiran bertentangan dengan perasaan,dan pendirian bertentangan dengan intuisi. Ego adalah seperti bola bulu tangkis yang dipukul bolak-balik antara tuntutan-tuntutan luar dari masyarakat dan tuntutan-tuntutan batin dari ketidaksadaran kolektif. Sebagai akibat dari pertarungan ini berkembanglah persona atau topeng. Persona kemudian diserang oleh arkhetipe-arkhetipe lain dalam ketidaksadaran kolektif.
·                                   Dua sistem atau lebih bisa bersatu membentuk sintesis.
Kesatuan dari yang berlawanan tercapai lewat apa yang oleh Jung disebut fungsi transenden. Bekerjanya fungsi ini menghasilkan sintesis antara sistem-sistem yang bertentangan dan membentuk kepribadian yang seimbang dan terintegrasi. Pusat dari kepribadian yang terintegrasi ini adalah diri (self).
         E.     Dinamika Kepribadian
          1.      Energi Psikis
Energi yang menjalankan fungsi kepribadian disebut energi psikis(Jung,1948b). Energi psikis merupakan menifestasi energi kehidupan, yakni energi organisme sebagai sistem biologis. Energi psikis lahir seperti semua energi vital lain,yakni dari proses-proses metabolik tubuh. Energi psikis terungkap sacara konkret dalam bentuk daya-daya actual atau potensial. Keinginan, kemauan, perasaan, perhatian, dan perjuangan adalah contoh-contoh daya aktual dalam kepribadian; disposisi, bakat, kecenderungan, kehendak hati, dan sikap adalah contoh-contoh daya potensial.
·                                    Nilai-Nilai Psikis.
Jumlah energi psikis yang tertanam dalam salah satu unsur kepribadian disebut nilai dari unsur itu. Ide atau perasaan tersebut memainkan peranan pentingdalam mencetuskan dan mengarahkan tingkah laku.
·                                   Daya Konstelasi Suatu Kompleks.
Nilai-nilai tak sadar harus ditentukan dengan menilai “daya konstelasi unsur inti suatu kompleks“ yang terdiri dari jumlah kelompok-kelompok item yang dihubungkan oleh unsur inti kompleks. Jung membicarakan tiga metode yang dapat dipakai untuk menaksir daya konstelasi unsur inti :
1) Observasi langsung plus deduksi-deduksi analitik. Melalui observasi dan inferensi kita dapat mengestimasikan jumlah asosiasi yang terikat pada suatu unsur inti.
2) Indikator-indikator kompleks. Indikator kompleks adalah suatu gangguan tingkah laku yang menunjukkan adanya kompleks.
3) Intensitas ungkapan emosi. Intensitas reaksi emosi seseorang terhadap suatu situasi merupakan ukuran lain tentang kekuatan suatu kompleks.
         2.     Prinsip Ekuivalensi
Prinsip ekuivalensi menyatakan bahwa jika energi dikeluarkan untuk menghasilkan suatu kondisi tertentu, maka jumlah yang dikeluarkan itu akan muncul di satu tempat lain dlam sistem. Prinsip ini menyatakan bahwa jika suatu nilai tetentu melemah atau menghilang, maka jumlah energi yang diwakili oleh nilai itu tidak akan hilang dari psikhe tetapi akan muncul kembali dalam suatu nilai baru. Surutnya suatu nilai sudah pasti berarti munculnya suatu nilai lain. Misalnya ego, maka energi itu akan muncul pada suatu sistem lain, mungkin persona. Atau jika makin banyak nilai direpresikan ke dalam sisi bayang-bayang kepribadian, maka nilai itu akan tumbuh kuat dengan mengorbankan struktur-struktur lain dalam kepribadian.
·                                  Prinsip Entropi
Prinsip entropi menyatakan bahwa distribusi energi dalam psikhe mencari ekuilibrium atau keseimbangan. Jung menyatakan bahwa realisasi diri adalah tujuan dari perkembangan psikis maksudnya antara lain adalah bahwa dinamika kepribadian bergerak ke arah suatu keseimbangan daya-daya yang sempurna.
·                                  Penggunaan Energy
Seluruh energi psikis yang tersedia untuk kepribadian digunakan untuk dua tujuan umum. Sebagian diantaranya dipakai untuk melakukan pekerjaan yang perlu untuk memelihara kehidupan dan untuk pembiakan spesies.
         F.      Perkembangan Kepribadian
1. Kausalitas versus Teleologi
Ide tentang tujuan yang membimbing dan mengarahkan nasib manusia pada haikikatnya merupakan penjelasan teleologis dan penjelasan finalistis. Pandang kausalitas menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa sekarang ini adalah akibat atau hasil pengaruh dari keadaan atau sebab sebelumnya. Masa sekarang tidak hanya ditentukan oleh masa lampau (kausalitas) tetapi juga ditentukan oleh masa depan (teleologi).
2. Sinkronisitas
Gejala-gejala sinkronistik bisa dijelaskan berdasarkan hakikat arkhetipe-arkhetipe. Arkhetipe dikatakan bersifat psychoid yakni bersifat psikologis dan fisik sekaligus. Akibatnya, arkhetipe dapat membawa ke dalam kesadaran suatu gambaran jiwa tentang peristiwa fisik meskipun tidak ada persespi langsung terhadap peristiwa fisik tersebut. Arkhetipe tidak menyebabkan dua peristiwa, tetapi ia memiliki suatu kualitas yang memungkinkan sinkronisitas itu terjadi. Prinsip sinkronisitas kiranya akan memperbaiki pandangan bahwa pikiran menyebabkan materialisasi atau terjadinya hal-hal yang dipikirkan.
3. Hereditas
Hereditas berkenaan dengan insting-insting biologis yang menjalankan fungsi pemeliharaan diri dan reproduksi. Insting merupakan dorongan batiniah untuk bertindak dengan cara tertentu, bila timbul suatu keadaan jaringan tertentu. Pandangan Jung tentang insting-insting tidak berbeda dengan pandangan yang dikemukakaan oleh biologi modern ( Jung. 1929, 1948c ). Disamping warisan insting-insting biologis terdapat juga “pengalaman pengalaman“ leluhur. Pengalaman-pengalaman ini, diwariskan dalam bentuk arkhetipe-arkhetipe.
4. Tahap-tahap perkembangan
Dalam tahun-tahun yang paling awal, libido di salurkan dalam kegiatan-kegiatan yang diperlukan supaya tetap hidup. Sebelum usia lima tahun, nilai-nilai seksual mulai tampak dan mencapai puncaknya selama masa adolesen. Dalam masa muda seseorang dan awal tahun-tahun dewasa, insting-insting kehidupan dasar dan proses-proses vital meningkat.
Ketika individu mencapai usia 30-an atau awal 40-an terjadi perubahan nilai yang radikal. Orang yang berusia setengah baya menjadi lebih introvet dan kurang implusif. Kebijaksanaan dan kecerdasan menggantikan gairah fisik dan kejiwaan. Orang menjadi lebih spiritual. Peralihan ini merupakan peristiwa yang sangat menentukan dalam kehidupan seseorang. Ia merupakan saat yang paling berbahaya, karena kalau terjadi ketidakberesan selama perpindahan energi ini, kepribadian bisa menjadi lumpuh selamanya.
5. Progresi dan Regresi
Perkembangan dapat mengikuti gerak maju, progesif, atau gerak mundur, regresif. Progresi oleh Jung dimaksudkan bahwa ego sadar menyesuaikan diri sendiri secara memuaskan baik terhadap tuntutan-tuntutan lingkungan luar maupun terhadap kebutuhan-kebutuhan ketidaksadaran. Dalam progesi yang normal, daya-daya yang berlawanan dipersatukan dalam suatu arus proses psikis yang terkoordinasi dan harmonis.
6. Proses individuasi
Perkembangan adalah mekarnya kebulatan asli yang tidak berdiferensiasi yang dimiliki manusia pada saat dilahirkan. Tujuan terakhir pemekaran ini adalah realisasi diri. Untuk memiliki kepribadian yang sehat dan terintegrasi, setiap sistem harus dibiarkan mencapai tingkat diferensiasi, perkembangan, dan pengungkapan yang paling penuh. Proses untuk mencapai ini disebut proses individuasi ( Jung, 1939, 1950 ).
7. Fungsi transenden
Apabila keanekaragaman telah dicapai lewat proses indiiduasi, maka sistem-sistem yang berdiferensiasi itu kemudian diintegrasikan oleh fungsi transenden ( Jung, 1916b ).
8. Sublimasi dan represi
Sublimasi bersifat progesif, represi bersifat regresif. Sublimasi menyebabkab psikhe bergerak maju, sedangakan represi menyebabkan psikhe bergerak mundur. Sublimasi menghasilkan rasionalitas, sedangkan represi menghasilkan irasionalitas. Sublimasi bersifat integratif sedangkan represi bersifat disintegratif.
9. Perlambangan
Lambang dalam psikologi Jungian mempunyai dua fungsi utama. Lambang merupakan usaha untuk memuaskan impuls instingtif yang terhambat, di lain pihak lambang merupakan perwujudan bahan arkhetipe. Lambang-lambang adalah bentuk representasi psikhe. Lambang-lambang tidak hanya mengungkapkan khazanah kebijaksanan umat manusia yang diperoleh secara rasial dan individual, tetapi lambang-lambang itu juga menggambarkan tingkat-tingkat perkembangan yang jauh mendahului perkembangan manusia sekarang.
          G.    Kritik Terhadap Pendekatan Jung
Jung telah diserang oleh para psikoanalisis beraliran Freudian, mulai dengan Freud sendiri. Ernest Jones (1959) berpendapat bahwa sesudah Jung melakukan “penelitian-penelitian besarnya tentang asosiasi dan dementina praecox, maka ia jatuh ke dalam filsafat semu, dari mana ia tidak pernah keluar lagi” (hlm. 165) Glover (1950, psikoanalisis dari Inggris, melontarkan serangan yang mungkin paling menyeluruh terhadap psikologi analitik. Ia menertawakan konsep arkhetipe-arkhetipe sebagai bersifat metafisik dan tidak dapat dibuktikan. Ia yakinbahwa arkhetipe-arkhetipe dapat di terangkan semata-mata berdasarkan pengalaman, dan bahwa mempostulasikan pewarisan ras adalah absurd. Glover berkata bahwa Jung tidak memiliki konsep-konsep perkembangan yang menerangkan pertumbuhan jiwa. Akan tetapi, kritik terpenting dari Glover dan merupakan salah satu kritik yang di tegaskannya berkali-kali ialah bahwa psikologi Jung mundur kembali kepada psikologi kesadaran yang ketinggalan zaman. Ia menuduh Jung mematahkan konsep Freud tentang ketidaksadaran dan menggantikannya dengan menciptakan ego sadar. Glover tidak berpura-pura netral ataau tidak memihak dalam evaluasinya terhadap pskologi Jung. (untuk perbandingan lain antara pandangan Freud dan Jung, lihat Gray, 1949; juga Dry 1961). Selesnick (1963) menyatakan bahwa Jung selama bersatu dengan Freud, telah mempengaruhi pemikiran Freud dalam beberapa hal yang penting.[9]
Teori Jung banyak menyentuh dunia religious, baik memakai pandangan agama untuk memahami kehidupan jiwa manusia, atau sebaliknya memakai pendekatan fenomenologik daripsikologi untuk memahami agama. Teori Jung masih bersifat konsep-konsep yang membutuhkan banyak hipotesa dan uji eksperiman. Fikiran-fikiran dan konsep-konsep Jung yang orisinil dan berani dalam mengungkap isi-isi jiwa manusia, setara dengan karya Freud.
Jung di kritik dalam pemakaian metoda riset komparatif, pengabaian kontrol dalam eksperimen, dan konsepnya mengenai taksadar kolektif, bersifat spekulatif. Teorinya dikembangkan dari pengalaman-pengelaman pribadi, seperti halusinasi, depresi – keinginan bunuh diri, dan agresi, sukar di buktikan secara ilmiah. Ketertarikan/keterlibatannya dengan okultisme, agama dan mintologi, membuat semakin jauh dari analisis ilmiah.[10]

sumbe:www.google.com






[1] Syamsu Yusuf LN, Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian:Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia(Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset), hal.71-73
[2] Alwisol,psikologi kepribadian,ummpress 2009
[3] Syamsu Yusuf LN, Achmad Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian:Sekolah Pascasarjana Universitas      Pendidikan Indonesia (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset), hal. 74-75
[4] Calvin s.hall & gardner lindzey, Teori-teori psikodinamik,kanisius 1993
[5] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian,(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), hal. 165-167
[6] Calvin s.hall & gardner lindzey, Teori-teori psikodinamik,kanisius 1993
[7] Calvin s.hall & gardner lindzey, Teori-teori psikodinamik,kanisius 1993
[8] Agus Sujanto, Halem Lubis, Taufik Hadi, Psikologi Kepribadian, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), hal. 69-71
[9] S. Hall., Calvin dan Gardner Lindzey, Supratiknya A. (Ed.). 1995. Psikologi Kepribadian 1: Teori-teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta: Kanisius, hal. 223-224
[10] Alwisol. Psikologi Kepribadian, (Malang: UMM Press), 2009, hal. 62


Tidak ada komentar:

Posting Komentar